Teater
berasal dari “Theatron” (Yunani) dan “Seeing Place” (Ingrris) yang memiliki
arti tempat atau gedung pertunjukan. Namun dalam pengertian lebih luas kata
Teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak.
Seperti, ludruk,ketoprak,wayang,sulap,akrobat danlain sebagainya. Selain tiu,
teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang
berhubungan dengan masalah ritual, seperti upacara adat. Tidak cuku sebatas itu, kemungkinan perluasan
definisi mengenai teater bisa terjadi.
Batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang berikut: “tak
ada teater tanpa aktor”, baik berwujud riil,boneka,maupun wayang, dan itu
disaksikan langsung oleh penonton. Namun
teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang juga berasal dari kata Yunani
kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame” yang berasal
dari Prancis. Kata Drama juga dianggap telah ada sejak era Mesir kuno
(4000-1580 SM), sebelum era Yunani kuno (800-277 SM). Hubungan teater dan drama
bersanding begitu erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang
mempergunakan drama di dalamnya.
Dari penjelasan diatas dapat diphamai bahwa
teater langsung terkait dengan pertunjukan, namun drama adalah salah satu unsur
di dalamnya, yaitu naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi lebih jelasnya,
teater adalah drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh
penonton.
Waktu dan tempat pertunjukan teater yang
pertama kali tidak ditemukan. Yang diketahui hanyalah teori tentang asal
mulanya, yaitu seperti berikut :
1.
Berasal dari
upacara agama primitif. Karna unsur cerita ditambahkan pada upacara seperti
itu, lalu berkembanglah menjadi teater. Bedanya, upacara agama primitif sudah
ditinggalkan, namun teater tetap ada sampai sekarang
2.
Berasal dari
nyanyian yang disenandungkan untuk pahlawan di depan kuburannya. Dalam hal ini
sang penyanyi meriwayatkan kehidupan sang pahlawan yang lama kelamaan
diperagakan dalam bentuk teater
3.
Berasal dari
kegemaran manusia mendengarkan cerita, kemudian cerita itu dibuat dalam bentuk
teater
Dramawan Indonesia, Almarhum Wahyu Sulaiman Rendra atau
dikenal dengan nama Sang burung Merak, dalam bukunya “Seni Drama Untuk Remaja”
(1993) mengatakan bahwa naskah tertua yang pernah ditemukan adalah naskah
pendeta dari mesir (I Kher-nefert)
kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh Masehi. Ia
menulis naskah itu untuk dipentaskan dalam pertunjukan teater ritual di kota
Abydos, sehingga lebih terkenal dengan naskah Abydos, yang menceritakan tentang
pertarungan antara dewa baik dan dewa yang burul. Pada saat itu peradaban mesir
sudah cukup maju, sehingga unsur teater yang meliputi pemain, jalan
cerita,musik,nyanyian hingga properti seperti tombak kapak,tameng, sudah terpenuhi
dalam sebuah pertunjukan.
Sedang di negara kita, Indonesia. Pembaruan
terhadap teater dibawakan oleh rendra, setelah pulang dari studynya di Amerika.
Teater tradisional perlahan bergeser menjadi teater modern.
Pada masa itu Rendra menjadikan seni pertunjukan
(Teater) sebagai sarana untuk menyuarakan suara masyarakat. Jadi ia sering
mengangkat tema sosial pada pertunjukannya. Menyaksikan pentas Rendra adalah
sebuah pertemuan dengan kegelisahan,ketidakadilan,kesedihan dan sebagainya.
Memang saat itu (orde baru), masyarakat tidak di izinkan membuka mulut, semua
harus mengikuti perintah seperti robot. Oleh sebab itu kehadiran Rendra dalam
“Bengkel Teater” nya mendapat sambutan yang luar biasa oleh masyarakat
Indonesia. Bahkan tak jarang, setelah pentas usai Rendra langsung dicekal karna
pertunjukannya dianggap akan memicu kekerasan, meresahkan masyarakat.
Karantina pentas, itulah yang dialami Rendra
setelah mementaskan “Mastadon dan Burung Kondor”. Ia sempat tidak di izinkan
lagi mengadakan sebuah pertunjukan teater.
Tak cukup di teater, Rendra juga seorang
penyair. Dan lagi-lagi ia pernah mendekam di balik jeruji besi hanya karna
membaca sajak. Karna memang, kebanyakan sajak Rendra juga bertema sosial, ia
menyuarakan tentang jeritan-jeritan rakyat terhadap penguasa. Pernah suatu
ketika, saat Rendra mendekam dibalik jeruji. Seorang penyair lainnya, Sutardji
secara tidak langsung melakukan pembelaan habis-habisan terhadap Rendra usai
membacakan sajak. Ia berkata “bila suara merak kau bungkam, ia akan tetap menari
dengan keindahan bulunya”.
Dan memang pada saat itu, pembelaan-pembelaan terhadap masyarakat muncul dari seni
dan sastra. Baik teater,puisi,novel,dan sebagainya. Semua yang ada,adalah saksi
sejarah. Bahwa dahulu, memang ada suatu zaman dimana manusia mati-matian
menyuarakan aspirasi lewat kesusasteraan.
Muhammad Dihlyz
0 komentar:
Posting Komentar