Karya,Identitas Manusia di Depan Sejarah


Saya adalah seorang pemula dalam dunia tulis menulis, kegilaan saya terhadap sastra tumbuh sejak duduk di bangku SMA, ketika itu saya mulai berusaha menumpas segala kepenasaran saya dalam sebuah organisasi kesenian, Teater. Hingga akhirnya saya berkenalan dengan nama-nama Tokoh legenda Indonesia. Pengarang naskah drama seperti Arifin C Noer yang di dalam tulisannya selalu mengguncang eksistensi manusia, lalu penyair-penyair seperti Ws Rendra, Chairil,Sutardji,Saut Situmorang, merembes lagi ke novel-novel karangan Pramoedya,Putu Wijaya,hingga cerpen-cerpen memukaunya Djenar, keabstrakan “Godlob” milik Danarto, dan sebagainya.

Namun bukan berarti seorang pemula tidak mempunyai hak untuk mencoba berkarya kan? saya benar-benar menyadari, bahwa “proses” adalah sesuatu yang mutlak diperlukan dalam merumuskan suatu tujuan. Begitulah dasar pemikiran saya yang selalu menggerakkan dan menyemangati pribadi saya sendiri untuk terus mencoba membenamkan diri sedalam dalamnya dalam proses kreatif, dunia tulis menulis, terutama Puisi. dan di akhir tahun ini kembali saya menata tekat dan niat, untuk melunaskan hasrat dalam lembar-lembar perjalanan di tahun 2013. Berbagai usaha mungkin harus benar-benar dipaksakan, karena keberhasilan bukanlah sesuatu yang akan datang sendiri, mengetuk pintu rumah kita, lalu mengajak kita berpesta. Keberhasilan adalah titik dimana pupil mata kita akan menangkap potret tentang seseorang yang tersenyum setelah menaklukkan berbagai rintangan yang menghadang langkahnya.

Seorang filsuf Prancis yang tersohor, Rene Descartes. dengan pernyataannya yang tentu tidak asing di telinga kita “cogito ergo sum” atau dalam bahasa Indonesianya “aku berpikir maka aku ada”, adalah salah satu diantara sekian penyebab mengapa saya tak kunjung putus asa bila lagi-lagi dihadapkan dengan kekalahan. Menurut saya, pada umumnya, hal yang paling ditakuti penulis pemula adalah kekalahan. Mereka menjadi takut untuk mencoba, karna terlintas di benaknya sebuah kegagalan. Namun apa salahnya mencoba? Toh kita semua tahu, bahwa segalanya berawal dari angka nol. Selain itu, rasanya, seorang filsuf sekelas Descartes, tidak akan mengutarakan sebuah pemikiran egois yang hanya berlaku di zamannya, karna seperti yang kita tahu, filsuf selalu memikirkan beberapa langkah di depan, yang tidak pernah terbayang dalam benak kita. “aku berpikir maka aku ada” dapat pula diartikan sebagai “aku berkarya maka aku ada”. Atau bila diperas lebih dalam lagi “aku bergerak maka aku ada”. Karna berkarya pun memerlukan proses “berpikir”, dan “berpikir” sendiri adalah “gerak”, gerak otak. Artinya bila kita belum berkarya, maka kita belum “ada”. Ya! kita belum menjadi manusia. Entah ini berlebihan atau dampak dari keliaran semangat saya. yang jelas saat ini, saya benar-benar ingin mendapat kepercayaan diri. Bahwa saya mampu berkarya. Karna karya adalah saksi bisu. Mungkin orang sekeliling saya kini mengenal saya sebagai manusia yang bernama Muhammad Dihlyz. Tapi berpuluh tahun kelak? Apakah anak-cucu saya akan mengenal saya?  apakah mereka akan percaya begitu saja tentang keberadaan saya,  bila saya tak mewariskan apapun yang bermanfaat bagi mereka?  Bagi kehidupan?

Tidak. Saya tidak ingin mencari ketenaran, karna itu tak lebih hanya sebuah bonus.
yang ingin saya cari adalah sesuatu yang lebih penting, yaitu identitas saya sebagai manusia. Karna dengan berkarya, sejarahpun akan bersedia menjadi saksi , bahwa saya benar-benar pernah ada, bukan sekedar cerita yang mengalir dari mulut ke mulut bagaikan dongeng. Saya adalah manusia, bukan mitos!


Muhammad Dihlyz

0 komentar:

Posting Komentar

Apakah menurut anda postingan ini menarik? silahkan bagikan..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...