Misteri Puisi
Puisi, tentu kita tak asing mendengarnya. Sebuah tubuh
yang mengandung berbagai macam majas dan kepadatan diksi ini merupakan salah
satu karya fiksi yang bisa dikatakan penuh misteri. Karna menurut hemat saya,
definisi dari puisi tidak sedangkal pada keindahan kata-kata ataupun kemampuan
merangkai dan membongkar pasang sebuah kalimat. Seorang penyair, harus
benar-benar melibatkan dirinya secara utuh. Karna itu sangat berpengaruh dalam
proses persenyawaan antara subyek dan obyek. Jadi pada mulanya, seorang penyair
akan membenamkan diri sedalam dalamnya terhadap sebuah suasana, hal itu yang
nantinya akan membawa dia dalam alam yang sama sekali berbeda. Olah rasa akan
menghasilkan dimensi baru yang dinamakan imajinasi. Disana ia bebas, hendak
kemana saja, membongkar, dan memasang, bahkan menciptakan apa saja, keliaran
imajinasilah yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan, tentunya dengan
tidak meninggalkan pesan yang hendak disampaikan. Dalam hal ini, proses kreatif
lah yang lebih memegang peranan.
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan puisi? tentunya
setiap orang memiliki jawaban sendiri-sendiri yang bilamana dirangkum, kamus
pun mungkin akan kehabisan halaman.
Pada dasarnya, puisi adalah bahasa kalbu, curahan dari
perasaan terdalam. Bahasa yang tidak bisa diterjemahkan oleh logika. Mungkin
itu salah satu alasan mengapa bila kita sedang membaca sajak-sajak romantis
misalnya. Seperti ada sesuatu yang entah, itu sangat berbeda. ada desiran hangat
yang mengalir dalam dada. Kita seperti melayang-layang, seolah benar-benar
terjun di dalamnya. Begitu pula ketika kita sedang dihadapkan pada sajak-sajak
sosial Widji Tukul dan Rendra. Rasanya dalam sekejap, ada semangat yang sedang
berkobar, emosi meluap-luap. Pemikiran kita, perasaan kita yang semula tertutup
akan melihat hal-hal yang selama ini luput dari pandangan. Lain lagi ketika
kita bertemu dengan Sajak milik Sutardji, yang mungkin hanya terdiri dari
simbol-simbol atau ucapan aneh, bahkan susuanan vokal yang tidak lumrah.
Mungkin sejenak kita akan bingung, bertanya-tanya. Apa maksudnya? Apakah ini bisa
disebut sebagai puisi? dan jawabannya, iya, itu adalah puisi. Karna setiap
orang mempunyai cara yang dan karakter yang berbeda dalam menyampaikan sebuah
pesan. Dan tentunya, sejak awal bait-bait dilahirkan, seorang penyair telah
siap dengan selusin keganjilan yang menjamur di tubuh sajaknya.
Sedang secara garis besar, puisi diciptakan dengan
melibatkan beberapa unsur. yaitu, tema,
suasana, imajinasi, amanat, nada, suasana, dan perasaan. Puisi ditulis dengan pemilihan diksi dan
majas yang benar-benar dipertimbangkan dalam penyampaian sebuah pesan. Hingga
ia akan padat, dan berisi. Bisa dikatakan pencapaiannya adalah, memperoleh
makna yang di inginkan dengan bentuk sepadat-padatnya. Adapaun jenis puisi
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu, puisi lama dan puisi modern. Puisi
lama lebih terikat dengan aturan, dan puisi modern kebalikannya, ia lebih
bebas, tanpa ada penentuan berapa jumlah bait maupun rima yang digunakan.
Dramawan Indonesia, Ws Rendra, pernah mengatakan, awal
lahirnya puisi di Indonesia terbukti dengan munculnya syair “Perahu” dan syair
“Burung Balam” yang ditulis oleh sastrawan asal Sumatra, “Hamzah Fansuri” (17
Masehi). Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Mulai saat itu
kesusasteraan di Indonesia berkembang, hingga lahir era puisi modern.
Tips Menulis Puisi
Meski tidak ada teori yang sempurna untuk menghasilkan
puisi yang bagus. Karna dasarnya, teori hanya berhubungan dengan akal. Sedang
penciptaan puisi, bisa dikatakan 70 % nya perasaan. Namun, berikut ini mungkin
ada beberapa tips sederhana untuk menulis puisi yang tentunya masih jauh dari
kata sempurna.
Antara lain :
1. Mencari tema : memutuskan tema apa
yang hendak diangkat dalam sebuah puisi
2. Memilah, memilih : fokus memilah dan
memilih isi maupun pesan yang ingin disampaikan
3. Larut : berusaha menyatukan emosi
dan rasa, sehingga akan lahir imajinasi yang kuat
4. Seleksi : menyeleksi kata yang akan
digunakan, pemilihan diksi dan majas yang sesuai, selain itu juga dilihat dari
pemilihan rima (terkadang) untuk menambah kesan estetika
5. Menulis : menuliskannya sebagai
draft awal
6. Koreksi : bila telah selesai.
Saatnya membaca ulang, mengoreksi/mengganti apa yang dirasa kurang hingga
mencapai final dan tidak ada yang perlu diubah lagi.
Menurut saya, mungkin jangan pernah memaksakan menulis
puisi dengan di deadline, kecuali bila sekedar untuk berlatih. Karena
puisi adalah hal yang tidak bisa dipaksakan lahir. Suasana yang melahirkannya.
Begitu juga setelah puisi itu jadi dan terpublikasi di masyarakat. Puisi anda
akan dibaca, dan setiap pembaca akan memiliki tafsiran sendiri-sendiri. Kita
tidak bisa melakukan pemaksaan terhadap apa yang ingin kita sampaikan. Karena
memang begitulah puisi, ia dilahirkan oleh keadaan. Mengalir lewat ruas-ruas
sejarah, menyebar, masuk dalam beragam pikiran dan ideologi, ia adalah
kebebasan, kemerdekaan. Setelah penyair menciptakan puisi, puisi tu akan berjalan
sendiri, mengikuti arus zamannya, campur tangan penyair telah berakhir sejak
bait terakhir dituliskan.
Dalam mengembangkan kemampuan menulis. Tentu saja selain
kita dianjurkan untuk banyak membaca, agar kaya akan referensi dan kosakata.
Kita juga harus terus menerus mengasah kepekaan. Ketika segalanya terlihat
samar dan remang. Kepekaan adalah hal yang benar-benar dibutuhkan. Seberapa
peka ia membaca keadaan, seberapa jeli ia melihat kepincangan-kepincangan yang
dinobatkan sebagai budaya. Tidak berlebihan bila dikatakan, penyair adalah
saksi sebuah zaman.
Siapkah anda menjadi saksi?
Teruslah menulis dan menulis, dan temukan identitas anda
di muka sejarah. Jangan takut mencoba, jangan takut bila dihantui kegagalan.
Karna seperti yang dikatakan Putu Wijaya, “di balik setiap kegagalan, selalu
ada jawaban.. Bagi mereka yang bersedia merebutnya!”
Muhammad Dihlyz
Malang, 28 November 2012
0 komentar:
Posting Komentar