Dialog Gerimis dan Aspal Basah


sepotong jalan yang menerbitkan debu
lapuk menjelma aroma khas yang kembali ke langit
kuncup kuncup perdu yang basah
ratusan mesin besi bernyanyi
dengan cerita nya masing masing

terdengar dialog antara gerimis dan aspal basah

Gerimis  : "kau lihat betawa runcing kakiku, wahai aspal. menjalar sepanjang Ranugrati"

Aspal : "sebagai berkah yang turun dari langit, juga digunakan para manusia untuk menjalin kasih bukan?"

Gerimis : "mereka mencetak sketsa masing masing pada kedalaman jiwanya, meski tak jarang banyak orang mengumpat karna aku turun terlalu dini"

Aspal  : "kau beruntung, kehadiranmu dinantikannya, bocah yang larut di tepi bingkai jendela kala butiran halusmu menari, mengelus bumi"

Gerimis  : "bocah mana yang kau maksud, sepanjang hidupku sering kulihat pasangan kekasih tersenyum riang di atas mesin beroda duanya, tentu kau juga melihatnya bukan ? karna kau saksi, sama sepertiku. ya !  mereka bercanda, seolah kehadiranku adalah nilai plus untuk memekarkan bunga di balik rongga dada mereka, dan basah tubuhmu adalah peta abadi yang akan mengantarkan perasaanya pada gelora api tak terbendung"

Aspal : "mana mungkin kau melupakannya, bocah yang kerap kali menyisipkan kita dalam bait bait puisinya"

Gerimis  : "maksudmu bocah yang selalu meneteskan tinta itu ?"

Aspal :  " kurasa bukan selalu, tapi terpaksa"

Gerimis  : "mengapa demikian?"

Aspal  : "aku mengerti perasaannya, keterpaksaan yang dirasakan layaknya keterpurukan mendalam, pada siapa pula ia akan bercerita? bila kehadiranmu diterjemahkan sebagai kawan yang sudah tak lagi bersahabat"

Gerimis : "itu karna masa lalunya mungkin terlalu indah, lalu dimana wanita yang menyekap hatinya?"

Aspal : "entah, tak pernah lagi kulihat mereka berdua, kecuali kesendiriannya dalam mengeja tiap tiap jejak di bawah langit yang sedang melelehkan dukanya"

Gerimis  : "begitu cintakah ia?"

Aspal : "bila tidak, untuk apa melakukan pekerjaan bodoh seperti itu"

Gerimis  : "untuk pengorbanan barangkali?"

Aspal  : "huh, peduli apa soal pengorbanan, itu sama saja mengejar sesuatu yang tak tampak olehnya, setelah puncaknya tiba, tak akan ada lagi yang ia rasakan kecuali sebilah sepi yang semakin menguliti hatinya"

Gerimis : "kurasa kau salah menafsirkan apa arti dari 'pengorbanan' "

Aspal  : "lantas apa ?"

Gerimis  : "pengorbanan adalah perasaan ikhlas akan terampasnya ketenangan dalam diri seorang pribadi, tanpa mempermasalahkan balasan, baik verbal maupun non verbal.  di luar itu, namanya bukan pengorbanan, tapi bisnis"

Aspal  : Bisnis melahirkan uang, pengorbanan melahirkan apa?

Gerimis  : "hal yang lebih berharga daripada uang"

Aspal  : "begitukah?"

Gerimis  : "dan tak dapat terbeli dengan uang"

Aspal : "apa itu?"

Gerimis  : "Kebahagiaan"

Aspal  : "bahagia bisa dicari, bisa ditunggu, kelak akan datang sendiri, wahai hujan"

Gerimis  : " memang ! tapi kebahagian yang datang pada seorang pemimpi, hanyalah ampas dari kebahagian yang tersisa dari kebahagiaan milik seorang pejuang"

Aspal  : "semua orang pasti pernah gagal, ia manusia, bukan malaikat"

Gerimis  : "dibalik semua kegagalan, selalu ada jawaban, bagi mereka yang bersedia merebutnya"

Aspal : . . . .

Gerimis : "mengapa kau hanya diam?"

Aspal  : "persoalan serumit ini terlalu abstrak untukku"

Gerimis  : "begitulah hidup, tak pasti, tak ada yang mutlak, semua yang ada di dunia ini nisbi"

Aspal  : "lalu untuk apa kita berdebat?"

Gerimis  : "aku ingin membantunya, barangkali angin bersedia membawa obrolan kita sore ini agar berterbangan menuju kamar gadis itu, bidadari dalam tidur dan sadarnya, bidadari yang membentangkan bait bait puisinya"

Aspal  : "sebisu itukah sang bocah, hingga tak mampu mengatakannya sendiri?"

Gerimis  : "sepertinya ia kehilangan ruang untuk bercengkrama, mungkin baginya kini, alat untuk memperdengarkan suara puluhan kilo jauhnya hanyalah benda padat yang tak memiliki arti. dan senyum gadisnya tak lebih sebuah keindahan yang tak mampu ia terjemahkan"

Aspal  : "lalu kita harus bagaimana?"

Gerimis  : "sepertinya kita harus melibatkannya dalam dialog lain hari"

Aspal  : " apa yang akan kau katakan padanya?"

Gerimis  : "aku akan bertanya, mustahilkah baginya untuk meredakan gejolak maha dashyat ini, melihat keadaan yang tak lagi berpihak padanya. mustahilkah baginya untuk membakar peta jejaknya dan mencoba melukis sketsa lain, toh masih banyak peta di dunia ini yang indah dan sepanjang ruas jalannya penuh dengan lambaian mawar merah. tak mungkinkah ia untuk melepaskan diri dari belenggu setangkai kamboja yang hadir dalam tiap tiap ruas malamnya. atau . .

Aspal  : "atau apa?"

Gerimis  : " yah, kemungkinan terburuknya . . . "

Aspal  : "katakan?"

Gerimis : :ia akan . . "

Aspal : "akan apa, jangan berbelit belit"

Gerimis  : "akan menepis semua pertanyaanku dan memohon pada kita untuk tetap mengekalkan yang mungkin esok pasti maupun akan tak ada! "

petir menyambar bersahutan.tarian kilat terdengar menawan.hujan turun lebih deras lagi .bukan hanya bocah itu, bahkan langit pun rela menumpahkan air mataya



( Dalam sebingkai senja yang basah, saat langit sibuk berdandan dan siluet berpesta warna.
Jl.Ranugrati,Sawojajar,Malang)


Muhammad Dihlyz
14 April 2012

0 komentar:

Posting Komentar

Apakah menurut anda postingan ini menarik? silahkan bagikan..

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...